TAJUK TERAS INFORMASI — Ada banyak jenis kebodohan dalam dunia politik, tetapi yang paling berbahaya adalah kebodohan yang dilakukan oleh seorang pemimpin ketika rakyatnya sedang berada dalam situasi krisis.
Dan itulah yang dilakukan oleh Bupati Aceh Besar, Aceh. Sikapnya yang memilih pergi umroh di tengah bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa warganya adalah contoh telanjang dari pemimpin yang koplak dalam berpikir dan bertindak.
Tidak ada yang melarang orang pergi umroh. Tapi ketika seorang bupati, pemimpin tertinggi di daerah menghilang, justru pada saat rakyat butuh kehadiran dan komandonya, tindakan itu bukan hanya tidak etis, tetapi juga menunjukkan bahwa nalar kepemimpinannya telah runtuh. Otaknya kosong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemimpin koplak bukan soal pendidikan rendah atau cerdas tidaknya seseorang. Ini soal kegagalan membaca situasi, hilangnya kepekaan sosial, serta runtuhnya kemampuan menimbang prioritas pekerjaan.
Apa urgensinya pergi umroh ketika daerahnya sedang dilanda bencana? Apa tidak bisa ditunda sebentar?
Orang awam pun paham bahwa pemimpin harus berada di garis depan ketika bencana datang. Ketika rakyat berduka, pemimpin seharusnya hadir, bukan menghilang.
Tapi inilah wajah kepemimpinan yang kehilangan “sense of crisis”. Ketika rasa empati padam, pikiran pun ikut beku. Yang tersisa hanyalah ego, kesombongan, dan rasa tidak peduli.
Ironi ini makin lengkap ketika partai politiknya dengan cepat memberhentikannya dari jabatan ketua partai. Sebuah langkah simbolik menunjukkan perilakunya tidak hanya mengecewakan rakyat, tetapi juga mempermalukan institusi politik yang pernah menaunginya.
Sesungguhnya tindakan pergi umroh di tengah bencana bukan hanya kesalahan moral tetapi juga bunuh diri politik. Menghancurkan reputasinya sendiri. Dan memusnahkan peluang politiknya sendiri. Ini bukan lagi blunder tetapi kebodohan.
Dan bila masih ada pihak yang berniat mencalonkan kembali sosok seperti ini untuk memimpin daerah, hal itu membuktikan bahwa kita sedang hidup dalam lingkaran manusia yang sama-sama “koplak” yang tidak belajar dari kenyataan.
Penulis : Ahmad Basri : Ketua Kajian Kritis Kebijakan Pembangunan (K3PP)
Editor : Ahmad Sobirin
















