Tajuk Teras Informasi — BNPB selalu sibuk, terutama di musim hujan, karena Indonesia kerap dilanda bencana banjir, longsor, hingga gempa yang tak terduga. Akhir tahun 2025, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh terendam banjir besar—fasilitas rusak, warga mengungsi, dan kehidupan masyarakat lumpuh.
BMKG memberikan peringatan dini musim hujan (September-Desember) tentang curah hujan tinggi, namun prediksi cuaca tak selalu sesuai dengan terjadinya bencana. Yang jelas, akar masalah banjir dan longsor bukan hanya peristiwa alam, melainkan kerusakan hubungan manusia dengan alam.
Hutan sebagai “paru-paru dunia” kini hilang karena dieksploitasi sebagai komoditas—sawit, tambang, dan berbagai izin diberikan tanpa prosedur jelas. Pohon ditebang, tanah ditelanjangi, dan ekosistem hancur. Keserakahan bahkan telah menjelma menjadi sistem yang dilegalkan oleh peraturan, membuka jalan bagi perusakan alam skala besar.
Ketika gunung dan sungai kehilangan pelindung, tanah tak lagi menyerap air, banjir dan longsor menjadi konsekuensi logis. Bencana bukan kutukan atau takdir, melainkan balasan alam yang terus dipaksa bekerja tanpa kesempatan pulih.
Selama paradigma pembangunan masih mengutamakan ekspor bahan mentah dengan membabat hutan, BNPB akan terus sibuk dan bencana akan menjadi rutinitas tahunan. Semua kembali ke satu akar: keserakahan manusia terhadap alam (hutan) harus dihentikan.
Penulis : Ahmad Basri : Ketua Kajian Kritis Kebijakan Pembangunan (K3PP)
Editor : Ahmad Sobirin
















